Alam Semesta Tidak Memutuskan Sampai Kita Melihat: Memikirkan Kembali Realitas Kuantum

14

Pertanyaan mengenai kapan alam semesta “menyadari” pengamatan kita terdengar seperti fiksi ilmiah, namun pertanyaan ini merupakan inti dari salah satu penemuan paling meresahkan dalam fisika kuantum. Eksperimen, yang berakar pada eksperimen pemikiran fisikawan John Wheeler pada akhir tahun 1970-an, menunjukkan bahwa realitas tidak akan tetap sampai diukur—dan bahkan, pilihan kita tentang cara mengukur dapat mempengaruhi apa yang terjadi secara surut.

Eksperimen Celah Ganda: Titik Awal Kuantum

Landasan bagi kesimpulan-kesimpulan yang menakjubkan ini adalah eksperimen celah ganda. Bayangkan menembakkan cahaya melalui dua bukaan sempit. Cahaya berperilaku seperti gelombang, menciptakan pola interferensi pada layar—pita terang dan gelap bergantian, seperti halnya gelombang air yang melewati bukaan. Hal ini menegaskan sifat gelombang cahaya.

Namun apa yang terjadi jika Anda mengirim foton melalui satu per satu? Anehnya, bahkan foton tunggal pada akhirnya membangun pola interferensi yang sama, menunjukkan bahwa setiap foton saling mengganggu dirinya sendiri. Di sinilah keadaan menjadi aneh; sebuah partikel yang bertindak seperti gelombang.

Pengamatan Mengubah Segalanya

Jika Anda mencoba menentukan celah yang mana yang dilalui setiap foton dengan menempatkan detektor pada bukaannya, perilaku gelombang akan hilang. Foton sekarang bertindak sebagai partikel, mengenai layar di titik yang berbeda, tanpa pola interferensi. Tindakan mengamati memaksa foton untuk “memilih” antara menjadi gelombang atau partikel. Ini bukan hanya tentang instrumen kami; ini tentang sifat dasar pengukuran itu sendiri.

Pilihan Tertunda Wheeler: Realitas Retroaktif

John Wheeler mendorong hal ini lebih jauh. Dia bertanya apakah alam semesta akan tetap berperilaku sama jika kita menunda keputusan untuk mengamati sampai setelah foton melewati celah tersebut. Bisakah pilihan yang diambil saat ini mempengaruhi apa yang terjadi di masa lalu?

Wheeler mengajukan analogi dengan menggunakan cahaya jauh dari quasar, yang dibengkokkan oleh gravitasi. Dengan memilih cara mengukur sinar tersebut—seperti gelombang atau seperti partikel—kita dapat menentukan perilaku foton secara retroaktif. Eksperimen kemudian mengkonfirmasi prediksinya. Bahkan pilihan yang tertunda pun memaksa foton untuk “mengingat” apa yang akan kita putuskan. Hal ini menyiratkan bahwa waktu bukanlah struktur yang kaku, dan alam semesta tidak akan mencapai keadaan pasti sampai kita memaksakannya.

Penghapus Kuantum: Membuang Masa Lalu

“Penghapus kuantum pilihan tertunda” membawa hal ini lebih jauh lagi. Dalam versi ini, eksperimen memutuskan apakah akan melacak celah mana yang dilewati foton setelah foton menyentuh layar. Jika informasi dicatat, tidak ada pola interferensi yang terbentuk. Namun jika informasi tersebut dibuang, pola tersebut akan muncul kembali. Alam semesta tidak peduli jika kita awalnya mengukur jalurnya, selama kita menghapus catatannya.

Implikasinya: Melampaui Akal Sehat

Wheeler berpendapat bahwa membicarakan foton “sedang terbang” tidak ada artinya. Yang ada hanyalah pengukuran dan observasi; urutannya tidak penting. Dualitas gelombang-partikel bukan tentang apa itu foton, tetapi tentang bagaimana kita berinteraksi dengannya.

Apa yang kita dapatkan, baik partikel maupun gelombang, itulah yang kita dapatkan. Dan hanya setelah kita melakukan pengukuran itulah alam mengungkapkan aspek realitas apa yang ingin ditunjukkan kepada kita.

Eksperimen ini tidak menunjukkan bahwa alam semesta sengaja menipu kita; sebaliknya, hal-hal tersebut menunjukkan bahwa pemahaman kita tentang realitas pada dasarnya tidak lengkap. Alam semesta tidak memiliki sifat-sifat yang sudah ada sebelum kita mengukurnya, dan pilihan kita di masa kini dapat memengaruhi masa lalu. Hal ini memaksa kita untuk menghadapi kemungkinan yang meresahkan bahwa realitas bukanlah suatu entitas yang tetap, melainkan interaksi dinamis antara pengamatan dan keberadaan.