Hidung Neanderthal Tidak Beradaptasi dengan Iklim Dingin, Temuan Studi Baru

19

Selama beberapa dekade, hidung Neanderthal ( Homo neanderthalensis ) yang besar dan khas telah diteorikan sebagai adaptasi terhadap lingkungan gletser yang dingin. Gagasan umum yang ada adalah bahwa rongga hidung yang cukup besar ini berevolusi untuk menghangatkan dan melembabkan udara dingin sebelum mencapai paru-paru. Namun, analisis baru yang inovatif terhadap fosil Neanderthal yang terpelihara dengan baik menantang asumsi lama ini.

Penelitian yang berfokus pada “Manusia Altamura” – kerangka Neanderthal berusia 130.000 hingga 172.000 tahun yang ditemukan di sebuah gua di Italia – memberikan gambaran mendetail pertama tentang struktur internal rongga hidung Neanderthal. Para peneliti menggunakan teknik endoskopi untuk merekonstruksi tulang hidung fosil secara digital in situ (tanpa mengeluarkan spesimen rapuh dari lapisan batuannya). Temuan ini mengungkapkan secara mengejutkan tidak adanya ciri-ciri utama yang sebelumnya dianggap sebagai diagnostik hidung Neanderthal.

Secara khusus, fosil tersebut tidak memiliki tonjolan tulang vertikal di dalam saluran hidung, pembengkakan pada dinding rongga hidung, dan atap tulang yang lengkap di atas alur saluran air mata. Struktur ini sebelumnya diyakini sebagai adaptasi terhadap pemanasan udara yang dihirup. Tidak adanya ciri-ciri ini pada spesimen yang terpelihara dengan baik menunjukkan bahwa ciri-ciri tersebut bukan ciri-ciri universal Neanderthal, dan karena itu tidak selalu terkait dengan adaptasi iklim dingin.

Sebaliknya, penelitian ini menunjukkan bahwa rongga hidung Neanderthal yang besar kemungkinan besar disebabkan oleh ukuran tengkorak dan proporsi tubuh mereka secara keseluruhan, bukan karena adaptasi khusus terhadap udara dingin. Turbinat (struktur seperti gulungan di dalam rongga hidung) ditemukan berukuran besar, yang membantu menghangatkan udara, namun hal ini tidak selalu berarti adanya tekanan evolusi yang unik.

Temuan ini sejalan dengan penelitian terbaru yang menunjukkan bahwa fitur wajah Neanderthal, termasuk rahangnya yang menonjol, mungkin berevolusi karena adaptasi leher unik yang didorong oleh lingkungan glasial, bukan semata-mata karena adaptasi pernapasan. Studi ini menantang anggapan lama bahwa Neanderthal pada dasarnya dibentuk oleh kebutuhan mereka untuk bertahan hidup di cuaca yang sangat dingin.

Meskipun Neanderthal pasti menghadapi kondisi gletser yang keras, bukti menunjukkan bahwa struktur wajah mereka kemungkinan besar dipengaruhi oleh faktor perkembangan dan ukuran tubuh, bukan respons langsung terhadap udara dingin. Penemuan ini menggarisbawahi kompleksitas evolusi Neanderthal dan menyoroti perlunya mengevaluasi kembali asumsi lama mengenai adaptasi mereka.

Pada akhirnya, penelitian ini menunjukkan bahwa Neanderthal mungkin tidak unggul secara anatomi dalam kemampuan mereka menghadapi cuaca dingin, dan kepunahan mereka mungkin dipengaruhi oleh berbagai faktor, bukan sekadar ketidakmampuan mereka untuk berkembang dalam kondisi gletser.