Ilmu Menggelitik: Mengapa Manusia (dan Hewan) Tertawa Di Bawah Tekanan

3

Para ilmuwan mengeksplorasi pengalaman unik manusia dalam menggelitik—bukan melalui lelucon biasa, namun melalui eksperimen yang cermat. Di laboratorium Touch and Tickle Universitas Radboud di Belanda, para sukarelawan digelitik secara sistematis oleh robot, sementara para peneliti memantau aktivitas otak, detak jantung, dan respons fisiologis. Ini bukan sekadar hiburan; ini adalah penjelasan mendalam tentang mengapa kita merasa geli, apa yang dapat kita ketahui tentang kesenangan dan kesakitan, dan apakah perilaku aneh ini memiliki tujuan. Jawabannya dapat membentuk kembali pemahaman kita tentang perkembangan saraf, kondisi kejiwaan, dan cara kita memandang realitas.

Mengapa Menggelitik Lebih Penting Daripada Tertawa

Pertanyaan inti yang mendorong penelitian ini tampaknya sederhana: mengapa kita tertawa ketika seseorang (atau robot) tiba-tiba menusuk kulit kita? Jawabannya tidak jelas. Sensasi tersebut memerlukan waktu dan intensitas yang tepat, karena pemindaian EEG awal menunjukkan aktivitas otak yang berbeda selama sensasi geli. Namun di luar respons fisik, gelitik mengungkapkan sesuatu yang mendasar tentang cara otak kita memproses prediksi dan kejutan.

Mengapa ini penting? Otak kita terus-menerus memprediksi informasi sensorik yang masuk. Ketika prediksi tersebut dilanggar—seperti sentuhan yang tiba-tiba dan tidak terduga—hal ini akan memicu respons yang unik. Mekanisme ini terganggu dalam beberapa kondisi kejiwaan, seperti skizofrenia, di mana individu mungkin merasakan sentuhan mereka sendiri sebagai rasa geli yang lebih intens, sehingga menunjukkan gangguan dalam prediksi diri.

Evolusi Sosial Menggelitik

Menggelitik bukan hanya kekhasan manusia. Pengamatan terhadap bonobo di cagar alam di Perancis dan Republik Demokratik Kongo menunjukkan korelasi yang kuat antara gelitikan dan ikatan sosial. Bonobo yang lebih tua lebih mungkin untuk memulai gelitikan, sedangkan bonobo yang lebih muda lebih sering menjadi penerimanya. Hal ini sejalan dengan perilaku manusia, menunjukkan bahwa menggelitik berevolusi sebagai perilaku pro-sosial yang diarahkan pada bayi yang memperkuat hubungan antar individu.

Menggelitik dikaitkan dengan adu mulut. Tindakan yang bersifat agresif di antara orang asing menjadi menyenangkan jika dilakukan bersama-sama di antara kerabat dekat, sehingga memperkuat ikatan. Bahkan gelitikan yang tidak diinginkan pun menimbulkan tawa, menyiratkan refleks fisiologis dengan akar evolusi yang dalam.

Melampaui Kera Besar: Menggelitik Hewan Pengerat

Teka-teki ini semakin mendalam ketika kita melihat melampaui primata. Para peneliti di Universitas Amsterdam telah menemukan bahwa tikus juga senang digelitik, mengeluarkan tawa ultrasonik yang tidak terdeteksi oleh manusia. Mereka bahkan memilih menggelitik tempat persembunyian yang aman, menunjukkan respons yang tulus dan menyenangkan.

Hal ini menimbulkan pertanyaan penting: jika hewan pengerat mengalami rasa geli, apakah ini berarti perilaku tersebut lebih luas dari yang diperkirakan sebelumnya? Oostland berhipotesis bahwa menggelitik berevolusi sebagai cara hewan muda bersiap menghadapi lingkungan yang tidak terduga. Elemen kejutan dalam menggelitik dapat melatih otak untuk beradaptasi terhadap rangsangan yang tidak terduga, sehingga meningkatkan peluang bertahan hidup.

Misteri yang Belum Terpecahkan

Meskipun ada kemajuan, tujuan akhir dari menggelitik masih sulit dipahami. Teori berkisar dari ikatan sosial dan pelatihan pertahanan hingga refleks saraf mendasar. Kenyataannya adalah terdapat argumen kuat yang menentang semua penjelasan. Namun satu hal yang pasti: menggelitik adalah perilaku aneh dan menarik yang mengungkap aspek inti bagaimana otak kita memandang dunia, memprediksi peristiwa, dan terhubung dengan orang lain.

Pada akhirnya, apakah gelitikan merupakan suatu kebetulan yang membahagiakan atau merupakan adaptasi evolusioner, penelitian terhadap hal ini terus menjelaskan cara kerja rumit pikiran dan tubuh kita.